AKtbpis6Z5HX7oz0gvCZZgOE30w78LNbDNLGi9PJ
Bookmark

Prinsip Dasar Pengukuran Topografi Serta Tahapan Pengukuran Topografi Pada Pekerjaan Perencanaan Jalan dan Jembatan

Prosedur pengukuran
Berikut akan dijelaskan prinsip dasar pengukuran topografi serta tahapan pengukuran topografi pada pekerjaan perencanaan jalan dan jembatan.

Prinsip-prinsip dasar pengukuran topografi teristris antara lain:

  • Pengukuran jarak
  • Pengukuran sudut
  • Pengukuran beda tinggi

Ditahapan dan prosedur pengukuran topografi teristris yang dilakukan untuk pekerjaan perencanaan jalan dan jembatan yang meliputi:

Tahap persiapan (personil, bahan atau alat, dan adminitrasi).
Tahap survey atau pengukuran (survey pendahuluan dan survey detail).
Tahap pengolahan data.
Tahap penggambaran.

Prosedur Pengukuran Topografi untuk Pekerjaan Jalan dan Jembatan

Pengukuran topografi untuk pekerjaan pelaksanaan jalan bersifat pengukuran Stake Out, yaitu pengukuran yang dilakukan untuk mengimplementasikan gambar rencana (design drawing) dengan kondisi lapangan sebenarnya, dengan bantuan titik titik tetap yang ada di lapangan dari hasil pengukuran topografi sebelumnya.

Pengukuran stake out antara lain bertujuan untuk penentuan center line. Penentuan batas ROW, pembebasan lahan, pengukuran untuk pembuatan shop drawing, maupun pengukuran untuk monitoring pelaksanaan kontruksi. Pengukuran stake out untuk pelaksanaan jembatan meliputi, pengukuran stake out untuk center line, stake out posisi abutment dan pier jembatan, pengukuran stake out untuk monitoring pelaksanaan kontruksi.

Adapun alat ukur GPS tipe navigasi untuk keperluan survey pendahuluan dan alat GPS tipe geodetic untuk pengukuran titik-titik ikat (bila diperlukan). Peralatan ukur harus di kalibrasi dengan metode yang tepat sesuai dengan jenis dan spesifikasi masing masing alat sebelum digunakan.

1. Suvey Pendahuluan

Survey pendahuluan (reconnaissance) dilakukan untuk mengetahui secara factual kondisi rencana trase jalan yang telah di buat. Peralatan dan bahan yang diperlukan antara lain peta rencana trase jalan diatas peta topografi skala 1 : 50.000 atau skala 1 : 25.000, GPS navigasi, heling meter/ clinometers, kompas, formulir survey dan calculator, GPS navigasi dan kompas berfungsi untuk penentuaan prosentase kemiringan vertical pada AS rencana. Jika trase rencana yang telah dibuat tidak memungkinkan diterapkan dilapangan maka dilakukan pemilihan alternatif trase jalan.

2. Pemasangan Bench Mark (BM)

Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan pemasangan patok sebagai sarana penyimpan informasi koordinat hasil pengukuran. Monument pengukuran jalan dan jembatan berupa bench mark (BM), patok CP (concrete point) dan patok kayu pengukuran. Bench mark (BM) di pasang di sepanjang ruas jalan yang di ukur pada setiap interval jarak ± 1 KM. Di setiap pemasangan BM harus disertai pemasangan patok CP. Sebagai pasangan untuk mendapatkan azimuth pada pekerjaan stake out tahap pelaksanaan.

Pemasangan BM untuk jalan exsisting sebaiknya di pasang di kiri jalan dan CP di kanan jalan searah dengan jalur pengukuran dengan posisi saling tampak satu sama lain. Pemasangan patok kayu dilakukan di setiap interval 50 m pada jalur yang lurus dan datar serta setiap 25 m pada jalur yang berbelok/ perbukitan pada sisi jalan yang sama. Pada daerah tertentu yang tidak bisa dipasang patok kayu bisa diganti dengan pemasangan paku payung dengan di tandai cat sekitarnya dan di beri nomor sesuai urutannya untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya pada daerah sekitarnya diberi tanda khusus.

3. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertical (KKV)

Pengukuran kerangka control vertical dilakukan dengan metode sifat datar disepanjang trase jalan melewati BM, CP dan semua patok kayu. Pengukuran sifat datar dilakukan pergi pulang secara kring pada setiap seksi. Panjang seksi ±1 – 2 km dengan persyaratan (toleransi) ketelitian ≤ (kurang dari atau sama dengan) 10 mm √D, dimana D adalah jumlah jarak dalam km. Elevasi titik referensi yang digunakan sebagai elevasi awal harus dihitung dari tinggi MSL (muka air laut rata-rata).

Pengukuran sifat datar harus menggunakan alat sifat datar otomatis atau yang sederajat dengan deviasi standar ketelitian pengukuran alat per 1 km pergi pulang ketelitiannya ≤ 5 mm, pembacaan rambu harus dilakukan pada tiga benang yaitu benang atas, benang bawah, benang tengah. Untuk control bacaan, rambu ukur harus dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertical rambu.

4. Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal (KKH)

Pengukuran titik-titik control horizontal dilakukan untuk merapatkan titik-titik control horizontal yang ada di sekitar lokasi proyek. Titik-titik koordinat yang di pakai sebagai control horizontal tersebut di anjurkan dalam system koordinat nasional dengan system proyeksi yang di gunakan adalah UTM (Universal Transverse Mecator) dengan pertimbangan bahwa pengukuran topografi bidang jalan bersifat memanjang. Pengukuran titik-titik control horizontal dilakukan dengan metode polygon terbuka terikat sempurna atau dengan polygon tertutup. Pengukuran polygon horizontal meliputi pengukuran sudut tiap titik polygon, pengukuran jarak tiap sisi polygon dengan azimuth.

5. Pengukuran Penampang Memanjang

Pengukuran penampang memanjang dalam pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan pengukuran sifat datar atau pengukuran penampang melintang. Pengambilan data penampang memanjang dilakukan dengan setiap perubahan muka tanah dan sesuai dengan kerapatan detail yang ada sepanjang trase. Pembacaan rambu harus dilakukan pada tiga benang yaitu: benang atas, benang bawah, dan benang tengah.

6. Pengukuran Penampang Melintang

Pengukuran penampang melintang ruas jalan dilakukan alat sifat datar pada daerah datar dan terbuka, tetapi pada daerah dengan topografi bergelombang sebaiknya dilakukan dengan menggunakan teodolit kompas dengan ketelitian bacaan 20”. Pengukuran penampang melintang ruas jalan dilakukan harus tegak lurus dengan ruas jalan. Pengambilan data dilakukan pada tiap perubahan muka tanah dan sesuai dengan kerapatan detail yang ada dengan mempertimbangkan factor skala peta yang dihasilkan dan tingkat kepentingan data yang akan ditonjolkan.

Sketsa penampang melintang tidak boleh terbalik antara sisi kanan dengan sisi kiri. Untuk mempermudah pengecekan, pada masing-masing sisi koridor diberi notasi yang berbeda, misalnya koridor sebelah kiri dari center line jalan diberi notasi alphabetic dan untuk koridor sebelah kanan di beri notasi numbers. Pengukuran penampang melintang dilakukan dengan persyaratan: kondisi datar, landai dan lurus dilakukan pada interval tiap 50 m dengan lebar koridor 75 m ke kiri dan 75 m ke kanan AS trase jalan.

7. Pengukuran dengan Titik Ikat Referensi

Pengukuran kerangka control horizontal diikatkan pada titik-titik referensi horizontal exsisting yang ada. Informasi keberadaan posisi/ lokasi titik ikat tersebut dapat dicari dari institusi yang terkait antara BAKOSURTANAL, BPN, atau dari hasil pengukuran proyek sebelumnya. Pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang sungai dan pengukuran situasi. Persiapan dan survey pendahuluan sama seperti pada pekerjaan pengukuran jalan.

8. Pengukuran Penampang Melintang Sungai

Koridor pengukuran kearah hulu dan hilir masing-masing 125 m dari as rencana jembatan pengukuran kedalaman sungai dilakukan dengan menggunakan rambu ukur atau bandul zonding jika kedalaman air kurang dari 5 m dan arus tidak deras, jika arus deras dan kedalaman lebih dari 5 m pengukuran dilakukan dengan alat echosounder.

9. Pengukuran Situasi

Pengukuran situasi dilakukan dengan menggunakan electronic total station (ets) atau dengan alat ukur teodolit dengan ketelitian bacaan ≤ 20”. Data yang diukur mencakup semua obyek bentukan alam dan buatan manusia yang ada disekitar rencana jembatan. Pada pengukuran situasi tersebut, pengambilan titik ukur harus detail/ rapat. Hal ini karena pada lokasi disekitar rencana jembatan akan dilapangkan. Selain itu pada lokasi-lokasi tersebut biasanya akan dilakukan desain-desain yang bersifat khusus.

10. Pengukuran Pelaksanaan Jalan

Pengukuran pelaksanaan jalan bertujuan untuk mengimplementasikan gambar rencana (design drawing) di lapangan. Sesuai dengan tujuannya, maka implementasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan center line, pembuatan shop drawing, rencana pembebasan lahan, dan monitoring pelaksanakan pekerjaan. Pengukuran untuk kegiatan pelaksanaan dilakukan dengan cara stake out, yaitu meletakan posisi-posisi detail dari gambar rencana kedalam posisi sebenarnya di lapangan dengan dibantu oleh koordinat-koordinat yang ada di lapangan.

11. Pengukuran Stake Out Untuk Center Line

Pengukuran Stake Out untuk penentuan center line merupakan stake out bersifat garis, baik berupa garis lengkung maupun garis lurus. Stake out bersifat garis lurus dilakukan terhadap center line pada jalan yang lurus. Stake out dilakukan setiap interval 50 m. Ãœntuk stake out yang bersifat lengkung dilakukan setiap tikungan jalan.

Dimana posisi yang akan di stake out antara lain: PI (point intersection), TC (target circle) CT (circle tangent), untuk tikungan bentuk full circle: TS (tangent spiral), SC (spiral circle), CS (circle spiral), ST (spiral tangent) untuk tikungan bentuk spiral – circle – spiral. Jarak dari titik diatas sudah terdapat dalam rencana (design drawing). Alat ukur yang digunakan adalah teodolit/ EDM/ ETS.

12. Pengukuran Stake Out Untuk Rencana Pembebasan Lahan

Pengukuran stake out untuk rencana pembebasan lahan dilakukan bila dalam pelaksanaan pekerjaan diperlukan pembebasan lahan. Daerah yang di ukur adalah daerah yang terkena pembebasan lahan. Pada pengukuran ini dilakukan pemasangan patok-patok pada batas-batas daerah yang terkena pembebasan berdasarkan koordinat patok-patok pada batas yang telah terdapat pada peta rencana pembebasan lahan.

13. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil dari pengukuran topografi terdiri dari beberapa tahapan hitungan, yaitu hitungan polygon untuk pengukuran kerangka control horizontal (sudut, azimut, jarak), hitungan sifat datar untuk pengukuran kerangka vertical serta hitungan posisi dan beda tinggi untuk pengukuran situasi dan penampang melintang. Pengolahan data dapat dilakukan secara manual dengan bantuan calculator, ataupun dengan bantuan computer.

Dari hasil pengukuran lapangan dapat berupa formulir yang berisi catatan dari hasil pengukuran maupun data yang direkam dalam file elektronik. Untuk pengukuran yang bersifat manual dan semi digital berupa koordinat masing-masing obyek yang selanjutnya akan digunakan sebagai masukan data untuk proses penggambaran. Untuk pengukuran dengan system digital murni, maka dari hasil pengukuran di rekam dalam file elektronik, hal ini disebabkan alat ukur digital yang dilengkapi data rekorder atau data collector, sehingga pengalahan data akan lebih mudah dan lebih cepat.

Data ukur lapangan yang sudah tersimpan didalam memory data recorder atau data collector bisa langsung di download ke komputer dengan bantuan interface. Format data ini di konversi keformat raw data dan selanjutnya dilakukan proses konversi kedalam file book (data file book ini mempunyai format yang sama dengan batch file). Data file book dihitung dengan perangkat lunak khusus topografi untuk memperoleh harga koordinat.

14. Penggambaran

Penggambaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggambaran dengan cara manual dan penggambaran dengan cara digital. Penggambaran secara manual berdasarkan hasil ukuran lapangan yang menggunakan tangan diatas kertas millimeter dengan masukan data-data dari hitungan manual. Penggambaran digital dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak computer dan plotter dengan data masukan dari hasil hitungan spreadsheet ataupun download data dari pengukuran digital yang kemudian diproses dengan perangkat lunak topografi.

Itulah prosedur pengukuran topografi untuk pekerjaan jalan dan jembatan, semoga bisa menambah wawasan rekan-rekan surveyor. Jangan lupa share artikel ini ke sosial media agar yang lain bisa mendapat manfaatnya.

Sumber artukel : asdar.id
0

Post a Comment