AKtbpis6Z5HX7oz0gvCZZgOE30w78LNbDNLGi9PJ
Bookmark

Mengenal Kondisi Sebelum Selama Dan Sesudah Pelaksanaan Proyek

Management
Ilustration

Proyek adalah tempat learning by doing yang sesungguhnya dilakukan. Sifat atau karakterisik proyek yang unik memungkinkan semua pihak yang terlibat di dalamnya belajar membuat suatu kesuksesan  maupun kegagalan. Keduanya dapat menjadikan proyek sebagai organisasi pembelajar”

 STUDI KASUS

Arvin sedang galau. Besok adalah hari dimana ia akan mempresentasikan laporan terkini proyek implementasi CRM (Customer Relationship Management) di kantor pusat perusahaannya kepada jajaran direksi. Sasaran utama proyek implementasi ini adalah bagaimana perusahaan Arvin dapat lebih cepat dan mudah dalam mengidentifikasi pelanggan, membedakannya dari sisi  needs dan values, berinteraksi/berkomunikasi melalui sjumlah channel, dan terakhir menyesuaikan penawaran barang atau jasa yang ingin diberikan. Sebagai seorang kepala proyek (project manager), ini adalah momen dimana dirinya akan diukur performansinya, yang bermuara kepada layak tidaknya ia diserahi kembali kepercayaan sebagai kepala proyek untuk implementasi proyek yang sama di kantor-kantor cabang perusahaannya di masa yang akan datang.

Kegalauannya semakin memuncak tatkala ia melihat bahwa banyak hal seputar proyek ini yang serba over. Over yang pertama adalah over schedule, dimana target sistem CRM ini untuk ‘menyala’ jauh di luar target. Setidaknya aktualisasi waktu sistem di run meleset tiga bulan dari yang ditetapkan. Over yang kedua adalah over budget, dimana biaya-biaya baik yang sifatnya tetap (fixed) maupun berjalan (variable) tak dinyana membengkak hingga 20 persen dari rencana awal, sehingga ada kelebihan sekitar 500 juta rupiah yang ternyata banyak disebabkan oleh addendum para konsultan CRM pihak ketiga yang bekerja melebihi hari yang disepakati, karena masalah internal yang terjadi di perusahaan Arvin sendiri. Over yang ketiga adalah over resources, yang sangat tidak diduga Arvin dan tim proyeknya, dimana tim proyek yang seharusnya hanya Arvin dan empat orang koleganya, ternyata di masa pelaksanaan beranak-pinak menjadi delapan orang. Alasannya adalah sangat klasik, karena selain mengerjakan proyek ini, Arvin dan keempat rekannya juga masih harus mengerjakan tugas operasional mereka sehari-hari di kantor, sehingga seringkali ada masa dimana mereka sama sekali tidak punya waktu untuk menghadiri berbagai meeting koordinasi, apalagi mengawasi dengan cermat proses implementasi sistem CRM ini. Belum lagi saat sistem CRM ini go show secara menyeluruh di bagian pemasaran, pelayanan dan retensi pelanggan, Arvin menduga akan terjadi berbagai penolakan sebagian user yang enggak berubah dari sistem lama yang cenderung jadul ke sistem yang baru dan canggih ini. Kondisi ini akan membutuhkan banyak lobbying kepada para atasan sang user yang bersangkutan, yang tentu akan kembali menyedot waktu dan tenaga.

Arvin menghela napas panjang. Rasanya besok akan menjadi hari yang tidak mengenakkan bagi dirinya dan tim proyek. Manajemen waktu, biaya dan sumber daya adalah tiga dari sejumlah komponen utama proyek; dan rasanya tidak satupun dari tiga komponen tersebut yang dapat ia banggakan. Dan itupun baru dari sisi ukuran kuantitatif. Dari sisi kualitatif, komponen-komponen utama yang lain seperti bagaimana ia dan tim proyeknya memanajemeni kualitas dan resiko dari seluruh proses instalasi dan implementasi sistem CRM ini menjadi suatu pertanyaan besar tersendiri. Memang secara sistem sudah terinstall, baik hardware maupun software. Namun apakah memang sudah sesuai dengan keinginan user? Apakah sudah bebas dari eror atau bugs free? Dan kalau semua sudah oke, apakah user akhirnya mau dan mampu menggunakannya?

Hari yang (tidak) dinantikan pun tiba. Saat ini Arvin sudah didepan jajaran direksi, mempresentasikan progress proyek implementasi CRM di kantor pusat. Selesai presentasi, tidak terdengar komentar apapun, apalagi tepuk tangan tanda penghargaan. Salah satu direktur nampaknya akan mengatakan sesuatu. Arvin sudah siap dan pasrah…

“Oke”, ujarnya singkat. “Lalu setelah semua ini terjadi, langkah apa yang sedang atau Anda akan lakukan ke depan?” Arvin tersentak hebat. Pertanyaan ini sangat tidak disangkanya. Ia mengira bahwa pertanyaan akan tidak jauh dari mengapa kok terlambat, mengapa biaya jadi membengkak, atau mengapa begitu banyak orang yang akhirnya dilibatkan sehingga meninggalkan pekerjaan operasional mereka sehari-hari?

“Mmm…maksud Bapak?” tanyanya membuang waktu. Satu direktur yang lain angkat bicara. “Lho, Anda ini bagaimana? Anda awalnya sudah melakukan perencanaan yang menyeluruh terhadap proyek, dan kemudian melihat, mengawasi, sekaligus melaporkan perkembangan sepanjang pelaksanaannya hingga sampai di titik ini, yang bisa dikatakan sudah mencapai 95% penyelesaian. Menyambung pertanyaan Bapak Direktur tadi, apa yang Anda dan tim Anda lakukan setelah ini? Arvin, kami di sini semua sadar bahwa Anda baru pertama kali menjalani proyek ini, dimana Anda langsung diangkat sebagai kepala proyek. Namun perlu Anda ingat, bahwa setelah di kantor pusat ini, implementasi sistem CRM di belasan cabang kita telah menanti, dan kami ingin mendengar apa yang sudah Anda pelajari selama berada di proyek ini, sehingga Anda dapat mempertahankan apa yang sudah baik dan sukses untuk Anda ulangi kembali di kantor cabang, dan sebaliknya menghindari yang belum baik atau salah serta memastikan tidak terjadi kembali saat pelaksanaan di cabang. Anda paham maksud saya?“. Arvin mengangguk pelan.

Learning by Doing dalam Proyek

Kasus di atas kembali membuka pikiran kita mengenai konsep pembelajaran (learning concept). Proyek berbeda dengan operasi (operations), dimana proyek memiliki sejumlah karakteristik yang tidak dimiliki oleh operasi. Singkatnya, proyek adalah rangkaian pekerjaan yang mempunyai sasaran tertentu, lingkup kegiatannya ditetapkan, saat mulai dan selesainya tertentu, anggarannya tertentu, dan organisasinya dirancang secara khusus dan hanya berlaku selama pelaksanaan proyekMelihat kondisi ini, konsep belajar di proyek tentu berbeda dari operasi. DI operasi, kita mengenal sistem prosedur operasi (SOP) yang sangat detil dan teknis, dan dapat dipastikan apabila kita mengikuti apa yang dikatakan SOP, normalnya kita dapat menghasilkan output yang relatif konsisten. Di dalam proyek, konsistensi merupakan masalah laten yang terus menghantui tim proyek, mulai dari proses inisiasi, perencanaan, terlebih proses pelaksanaan, hingga penyelesaian dan penutupan. Sehingga proses pembelajaran di dalam proyek sifatnya sangat dinamis dan berkesinambungan. Pembelajaran, sebagai salah satu kunci tercapainya konsistensi di dalam proyek menjadi semakin kritis tatkala setiap anggota tim proyek yang sudah memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama (biasanya termaktub di dalam project charter) menggabungkan seluruh hasil pekerjaannya untuk kemudian direview secara periodik dari sisi waktu, biaya, sumber daya (orang, alat, material) dan aspek-aspek lainnya dalam bentuk kolektif saat project progress meeting. Melihat tahap-tahapan inti dalam proyek, setidaknya proses pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga bagian:

  1. Learning BEFORE Doing. Dalam proses inisiasi dan perencanaan proyek (project initiaton and planning), manajer proyek dan tim-nya dapat mencari informasi seputar proyek-proyek sejenis yang pernah dilakukan baik di perusahaan sendiri maupun di tempat lain. Melihat ke website melalui search engine, membaca artikel, hingga mengunjungi atau bahkan mengundang para nara sumber atau praktisi yang terkait dengan proyek yang sedang digarap akan sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, mengembangkan kemampuan sekaligus mempersiapkan mental sebelum berperan(g) di dalam pelaksanaan proyek.
  2. Learning WHILE Doing. Dalam pelaksanaan proyek, setiap perpindahan dari tahap pertama ke tahap kedua dan seterusnya, ada titik-titik penentu (sering disebut dengan project milestones) dimana tim proyek melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan dan pengendalian yang bermuara kepada laporan kemajuan proyek. Hasil pelaporan dari setiap milestones inilah yang mestinya dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk melakukan sejumlah langkah perbaikan dan pencegahan (corrective and preventive actions) yang diperlukan agar tahapan selajutnya di dalam proyek tetap mulus dan sesuai dalam koridor perencanaan awal. Seringkali di dalam pelaksanaan proyek, berbagai masalah kecil di tahap-tahap awal hingga menengah tidak terselesaikan sehingga terakumulasi dan ‘meledak’ di akhir proyek yang sama seperti pada kasus Arvin di awal tadi. Untuk itulah dikenal berbagai alat dan metode pengukuran serta pengendalian, baik dalam aspek kualitas (project quality management) maupun resiko (project risk management) di dalam proyek.
  3. Learning AFTER DoingKebanyakan tim proyek memprioritaskan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan hingga penyelesaian, namun tidak sama seriusnya (bahkan cenderung menyepelekan) terhadap usaha-usaha yang dilakukan setelah proyek selesai dilaksanakan. Menilik kasus proyek Arvin di atas tadi, ada kecenderungan setelah proyek kantor pusat selesai dengan hasil yang memuaskan, tim proyek akan merayakan kesuksesan, membubarkan diri dan kembali bekerja di bagian operasionalnya masing-masing. Padahal ada satu hal yang sangat penting yang luput di sini, yakni bagaimana para project stakeholders (dalam kasus Arvin adalah ajaran direksi, para users, pelanggan perusahaan dan tentunya Arvin dan tim-nya) menikmati hasil pembelajaran yang telah dilakukan selama proyek tersebut. Hal-hal yang dapat dilakukan seharusnya seperti:
    • Mendistribusikan pengalaman secara tertulis mengenai perjalanan proyek antar team member atau calon member proyek berikutnya
    • Menyimpannya di dalam sistem, dimana ke depannya dapat dijadikan knowledge centre untuk pihak lain yang menjalankan proyek
    • Menggunakannya sebagai tolok ukur atau acuan pengembangan standar proyek
    • Menjaga dan menghargai staf-staf yang telah banyak makan ‘asam-garam’ proyek

Kesemua tahapan learning tersebut setidaknya akan mempercepat proses peningkatan produktivitas dan kualitas di seluruh tahapan proyek, sehingga target-target untuk proyek yang bersangkutan dapat lebih besar peluangnya untuk dicapai. Perlu diingat sekali lagi bahwa kesuksesan suatu proyek tidak hanya dari sisi ketepatan waktu, sesuai budget, dan optimalisasi sumber-sumber daya, namun juga bagaimana sebuah organisasi proyek dapat belajar lebih cepat dan lebih baik hingga suatu saat mereka kembali ditugaskan untuk menjalankan proyek yang lain. Jika Anda seperti Arvin, sudah saatnya Anda segera belajar SEBELUMSELAMA dan SETELAH proyek dilaksanakan, dan tentunya,…dengan CEPAT!

0

Post a Comment